Namun hal itu sebagian besar juga dipraktekkan langsung oleh Habib Umar bin Hafidz dalam kehidupan yang nyata.
Ada suatu pristiwa, salah seorang santriHabib Umar bin Hafidz datang menghadap kepadanya. Maksud dari kedatangan santri itu tidak lain hanya untuk melaporkan bahwa ada seorang tokoh yang menjelek-jelekkan Habib Umar bin Hafidz.
Mendengar laporan itu, Habib Umar bin Hafidz bukannya marah kepada tokoh yang telah menjelek jelekkan namanya didepan umum. Namun, Habib Umar bin Hafidz justru marah kepada santri yang datang menghadap dan melaporkan itu. Sampai kemudian santri itu memohon maaf kepada Habib Umar bin Hafidz.
"Saya menyesal telah berkata demikian tentang tokoh itu. Saya melakukannya karena saya marah, hati saya sakit sebab dia telah mengatakan hal yang tidak pantas kepada Habib, begitulah kurang lebih pengakuan si santri tadi."
Dari Pristiwa tersebut diatas, ada point penting yang sangat menarik untuk di cermati. Sikap Habib Umar bin Hafidz yang memarahi santrinya karena telah melaporkan adanya seorang tokoh yang menjelek-jelekkan dirinya memiliki pesan-pesan moral yang secara tidak langsung ingin ditanamkan, khususnya pada diri santrinya itu.
Barangkali dengan memarahi santrinya itu, Habib Umar bin Hafidz ingin mendidik agar kita tidak mengotori hati dan perasaan kita dengan amarah oleh perbuatan orang lain, meskipun perbuatan orang tersebut sudah nyata-nyata tidak baik.
Ketika perbuatan buruk orang lain menimbulkan keburukan pada diri kita, mungkin saja peluang untuk menunjukkan kebaikan tidak akan didapatkan.
Bersambung.....
