mercusuar867 - Modernisasi yang dilakukan Nasiruddin Syah menimbulkan kebencian dan perlawanan dikalangan Rakyat Iran. Para Intelektual dan kalangan terdidik lulusan sistem pendidikan Barat menyerang kediktatoran para penguasa dan praktek korupsi yang semakin luas di kalangan pemerintah.
Kaum Bazari (Pengusaha), pedagang, dan pengrajin lokal melayangkan protes atas konsensi yang diberikan Syah kepada kekuatan Asing, yang mengakibatkan usaha mereka bangkrut, lumpuh dan kalah bersaing. Para petani terlibat dalam gerakan oposisi karena rendahnya data jual hasil pertanian mereka.
Para Ulama pun melakukan kritik dan perlawanan terhadap Dinasti Qajar. Mereka memandang bahwa kuatnya pengaruh asing akan membahayakan keberadaan agama Islam di Iran.
Pembatasan Yuridiksi Ulama atas lembaga pendidikan dan tanah Wakaf yang secara historis berada di tangan mereka, pengbillalihan manajemen Masjid dan tempat-tempat suci.
Pengurangan gaji dan tunjangan Ulama, dan pengenalan ide-ide modern di lembaga pendidikan Sekuler, merupakan faktor yang menyebabkan para Ulama mengambil posisi bersebrangan dengan penguasa.
Kegelisahan Rakyat akhirnya berkembang menjadi perlawanan yang bersifat Nasional. Pada tahun 1891-1892, rakyat Irak berdemonstrasi menentang pemberian konsensi monopoli tembakau terhadap Inggris.
Para Ulama, Intekektual, pedagang, petani, dan sebagaian aparatur pemerintah berkoalisi memimpin demokrasi di berbagai kota penting, seperti Syraz, Isafahan, Tabriz, dan Masyhade.
Sebuah Fatwa dikeluarkan oleh Mirza Husein Syrazi, pemimpin tertinggi komunitas Syiah (Marja' at-Taqlid). Ia menyerukan boikot terhadap monopoli tembakau tan penghapusan konsensi yang diberikan kepada Inggris.
Gerakan tersebut kemudian disebut sebagai The Tobbaco Movement. Nasiruddin pun tidak mempunyai pilihan lain, kecuali membatalkan konsensi pada tahun 1892.
Bersambung.....